Noodle Lover’s Guide

The History and Cultural Significance of Ramen

 

Ramen, a culinary staple of Japanese cuisine, has a rich history that dates back to its origins in Chinese wheat noodles. The introduction of ramen to Japan is believed to have occurred in the early 20th century, when Chinese immigrants began serving these tasty noodles in local eateries. Initially, ramen was perceived primarily as a dish accessible to the working class, but its popularity quickly spread, laying the foundation for its evolution into a beloved Japanese comfort food.

In the years following World War II, Japan experienced significant economic and social changes that would further shape the popularity of ramen. Due to food shortages, the government encouraged the consumption of wheat, and ramen emerged as an affordable and filling meal option. This period also saw the commercialization of instant ramen, which gained traction among Japanese households. The instant ramen phenomenon, pioneered in 1958 by Momofuku Ando, revolutionized the way ramen was consumed and led to its international popularity. Such innovations also ignited a passion for regional variations, with unique broths and toppings reflecting local tastes and ingredients.

Today, ramen holds a significant cultural role in Japanese society, transcending mere food to become a symbol of comfort and community. Ramen shops, or "ramen-ya," have become popular social hubs, where people gather to enjoy a hearty bowl and engage in conversation. Festivals celebrating ramen have also proliferated, showcasing diverse regional styles while fostering a sense of camaraderie among chefs and enthusiasts. Global appreciation for ramen continues to grow, evidenced by the emergence of renowned chefs who treat this humble dish as an art form, elevating it through meticulous preparation and creativity. Such developments underline ramen's enduring significance within both its native culture and the global culinary landscape.

A Noodle Lover’s Guide to Japanese Ramen

Explore the rich history and cultural significance of ramen, a beloved Japanese dish with roots in Chinese wheat noodles. Discover the various types of ramen, including Shoyu, Miso, Shio, and Tonkotsu, and learn about essential ingredients to craft the perfect bowl. Find out how to enjoy ramen at authentic shops in Japan or recreate the experience at home with DIY recipes. Dive into the vibrant ramen culture that captures comfort and community, making it a staple of modern cuisine both in Japan and globally.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian UMKM Riza Adha Damanik menyampaikan bahwa efisiensi anggaran tidak memengaruhi kebijakan hapus piutang macet untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

 

“Tidak, tidak ada (pengaruh). Itu (hapus utang) menjadi prioritas kami,” ucap Riza ketika ditemui setelah menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi VII di Jakarta, Rabu.

 

Berdasarkan arahan Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Riza menyampaikan bahwa program-program prioritas pemerintah menjadi perhatian khusus, sehingga tidak terpengaruh oleh efisiensi anggaran.

 

Selain memastikan penghapusan piutang macet tetap berjalan sepenuhnya, program prioritas lainnya yang menjadi perhatian Kementerian UMKM adalah memastikan UMKM masuk ke ekosistem makan bergizi gratis (MBG).

 

“Prioritas ketiga adalah memastikan skema pembiayaan kita, kredit usaha rakyat (KUR) itu, baik secara kualitas dan kuantitas semakin baik penyalurannya kepada UMKM di tahun 2025,” kata dia.

 

Dalam raker dengan Komisi VII, Riza menyampaikan bahwa pemerintah sudah menghapus piutang macet untuk lebih dari 10 ribu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sebagaimana yang tercatat per 17 Januari 2025.

 

Pemerintah memiliki target untuk menghapus piutang sebanyak 67 ribu UMKM pada tahap pertama. Sisa dari piutang yang belum dihapus, kata dia, akan diupayakan pada Februari dan Maret.

 

Riza meyakini bahwa pada bulan Maret, akan ada gelombang besar penghapusan piutang macet. Gelombang besar tersebut disebabkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BRI dan BTN yang direncanakan akan digelar pada awal bulan Maret.

“Untuk penghapusan piutang, yang paling besar populasi UMKM-nya ada di BRI, dan BRI membutuhkan RUPS dalam rangka menghapus utang ini,” ucap Riza.

 

Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait Kementerian Keuangan yang menerbitkan surat bernomor S-37/MK.02/2025.

Melalui surat tersebut, Kementerian Keuangan memerintahkan kementerian dan lembaga (K/L) untuk melakukan efisiensi anggaran terhadap 16 pos belanja sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.

 

Pos belanja alat tulis kantor (ATK) diminta untuk dihemat hingga 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; diklat dan bimtek 29 persen; serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen.

 

Kemudian, percetakan dan suvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta belanja lainnya 59,1 persen.